Sabtu, 22 November 2008

IDEOLOGI MARHAENISME SOEKARNO



IDEOLOGI MARHAENISME SOEKARNO
Oleh : Yusuf Ahmadi

Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan untuk mendefinisikan "sains tentang ide". Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu. secara umum ideologi dalam kehidupan sehari hari dan beberapa arah filosofis ideologi politis, atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak. tidak hanya sekadar pembentukan ide yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit. Jadi aspek yang paling dasar dalam pembangunan bangsa adalah menempa rasa identitas bangsa, banyak negara-negara yang kekuranga simbol-simbol konfensioal dan taradisi kenasionalanya. Dan satu cara mengikis ke-sukuan dan loyalitas sempit adalah dengan cara mengembangkan agama politis seperti sukarno dengan marhaenisme dan pancaslila.1
Soekarno dilahirkan di surabaya 6 juni 1901 dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Anak satu-satunya Raden Soekemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai berasal dari Buleleng, Bali. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur. Pada usia 15 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana sambil mengaji di tempat Tjokroaminoto. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.2
Presiden Soekarno adalah presiden indonesia pertama, merupakan pemimpin besar di Indonesia dan bahkan Asia-Afrika, beliau terkenal dengan proklamator republik Indonesia, penggali pancasila, pemimpin besar revolusi, penyambung lidah rakyat Indonesia dan pencetus konferensi Asia-Afrika di Bandung. Bung Karno demikian panggilan yang khas dari rakyatnya adalah seorang sarjana teknik atau insinyur seorang ahli matematika namun percaya dengan yang ghoib, percaya pada mukjizat Tuhan yang Maha Esa dalam dirinya mengalir darah nasionalis, theis dan sosialis. Ketiga unsur yang memancar dalam jiwanya inilah yang kemudian digelarkan menjadi satu konsepsi politik dan perjagoannya untuk menggalang persatuan nasional yang progresif revolusioner. Namun unsur sosialis Marxis Komunis terlalu dominan sdalam jiwanya hingga mendorong kemundurannya dan kejatuhannya. Bung Karno seorang pecinta yang besar. Louis Fisher, penulis terkenal dari Amerika Serikat mengatakan Bung Karno adalah “He Loves his Country, he loves his people, he loves art, he loves women and he loves himself”. Ia bangga dan memuja negerinya, ia cinta dan membela rakyatnya, ia adalah pecinta seni, ia mencinta keindahan dan kecantikan wanita dan ia juga sangat cinta pada dirinya sendiri bahkan mengagungkan dirinya”. Bung Karno seorang orator dan agitator. Seorang ahli pidato yang ulung, setiap kata-katanya menarik perhatian dan memikat pendengarnya pidatonya dapat berapi-api membakar jiwa dan semangat rakyatnya, Bung Karno punya pesona sendiri rakyat bangga dengan kharismanya.3
Sebagian rakyat mengira Soekarno adalah Ratu Adil, Soekarno memang sosok kharismatik, tokoh hebat yang disegani kawan maupun lawan. Presiden pertama RI ini memang tak bisa dipungkiri mampu menyihir dan memobilisasi ribuan orang dengan gayanya yang khas berpidato menyala-nyala penuh idealisme. Tapi dalam aspek kondisi sosial dan ekonomi sehari-hari situasi Indonesia pun tak kunjung membaik dan akhirnya setelah tahun 1965 Soekarno jatuh.4
Sejarah ideologi marhaenisme diambil dari nama Marhaen yang merupakan sosok petani miskin yang ditemui Sukarno. Kondisi prihatin yang dialami seorang petani miskin itu telah menerbitkan inspirasi bagi Sukarno untuk mengadopsi gagasan tentang kaum proletar yang khas Marxisme. Namun dalam Penyambung Lidah Rakyat ia bercerita mengenai pertemuan itu terjadi di Bandung selatan yang daerah persawahannya terhampar luas. Ia menemui seorang petani yang menggarap sawahnya dan menanyakan kepemilikan dan hasil dari sawah itu. Yang ia temukan adalah bahwa walaupun sawah, bajak, cangkul adalah kepunyaan sendiri dan ia mengejakannya sendiri hasil yang didapat tidak pernah mencukupi untuk istri dan keempat anaknya. Petani itu bernama Marhaen. Namun yang jelas Sukarno mengembangkan gagasan sentral Marhaenisme jelas-jelas bersumber pada Marxisme. Bahkan, banyak yang menyatakan bahwa Marhaenisme merupakan Marxisme yang diterapkan di Indonesia. Sejak 1932, ideologi Marhaenisme telah mewarnai wacana politik di Indonesia. Pada 4 July 1927 ia mendirikan PNI dimana Marhaenisme menjadi asas dan ideologi partai di tahun 1930-an.5
Sukarno sangat menekankan pentingnya penggalangan massa untuk sebuah gerakan ideologis. Menurut penafsiran Sutan Syahrir, Marhaenisme sangat jelas menekankan pengumpulan massa dalam jumlah besar. Untuk ini, dibutuhkan dua prinsip gerakan yang kelak dapat dijadikan pedoman dalam sepak-terjang kaum Marhaenis. Ditemukanlah dua prinsip Marhaenisme, yakni sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Untuk menjelaskan kedua prinsip itu, Sukarno telah mengadopsi pemikiran sosialis dan komunis. Ajaran yang melawan sistem demokrasi parlementer digunakan oleh Sukarno untuk mengembangkan sikap para Marhaenis yang wajib taat pada pemimpin revolusi, tanpa boleh banyak tanya soal-soal yang pelik dalam bidang politik. Sukarno makin dalam mendapatkan keyakinan bahwa demokrasi parlementer merupakan sistem masyarakat borjuis yang tidak mengenal kasihan pada kaum yang miskin. Sukarno benar-benar menyatakan bahwa seseorang tidak perlu untuk menjadi komunis jika hanya ingin mencermati demokrasi sebagai benar-benar produk masyarakat borjuis. Selanjutnya Sukarno menyatakan bahwa setiap Marhaenis harus menjadi revolusioner sosial, bukan revolusioner borjuis, dan sosok itu dijuluki Sukarno sebagai sosio-nasionalisme atau nasionalisme marhaenis. Sukarno menandaskan bahwa tidak menginginkan adanya pertarungan kelas. Disini jelas Sukarno memperlihatkan awal watak anti-demokrasinya dan hendak menafikan keberadaan pertarungan kelas sebagai tak terpisahkan untuk memperjuangkan kelas lemah yang tertindas. Kediktatoran Sukarno juga mulai terlihat sejak konsep Marhaenisme berusaha diwujudkannya menjadi ideologi partai.6
Artinya secara ekonomi, pembangunan itu harus dapat melepaskan rakyat dari garis subsistensi, secara politik rakyat aktif menyuarakan kepentinganya secara sosial budaya kreasi dan inovasi rakyat menjadi ruang aktualisasi dan saluran yang cukup. Sebuah kunci keberhasilan memberdayakan rakyat dalam arti yang sesungguhnya tanpa bermaksud mengucilkan polemik tentang konsep dan sistem yang harus diterapkan di indonesia di tengah derasnya arus globalisasi dan berjaya sistem kapitalisme setelah sistem komunisme hancur.7
Syahrir dan Hatta yang memperkenalkan kehidupan demokratis, pelan-pelan dipinggirkan dan kehidupan partai mulai diarahkan pada disiplin ketat dan tunduk pada pucuk pimpinan. Bagi Sukarno, menegakkan ideologi Marhaenisme lebih penting ketimbang membangun kehidupan demokratis. Sukarno menegaskan bahwa massa harus dibuat radikal dan jangan beri kesempatan untuk pasif menghadapi revolusi. Meski kelak sesudah kemerdekaan tercapai.
Marhaenisme ini lebih menyepakati tafsiran Tan Malaka tentang Marhaenisme. Pokok- Pokok Ajaran Marhaenisme mengangkat masalah penghisapan dan penindasan rakyat kecil yang terdiri dari kaum tani miskin, petani kecil, buruh miskin, pedagang kecil kaum melarat Indonesia yang dilakukan oleh para kapitalis, tuan-tanah, rentenir dan golongan-golongan penghisap lainnya. Ungkapan yang sering dipakai oleh Bung Karno, dan yang paling terkenal, adalah exploitation de l’homme par l’homme (penghisapan manusia oleh manusia) Marhaenisme Pemikiran Bung karno dalam hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa baginya, kepentingan rakyat adalah tujuan akhir dari segala-galanya. Politik luar negeri indonesia pada dasarnya memiliki dua landasan yang abadi, yaitu landasan ideal pancasila dan landasan konstitusional UUD 1945. Landasan ideal pancasila merupakan salah satu faktor obyektif yang sangat berpengaruh atas politik luar negeri Indonesia, sedangkan faktor yang bersifat abadi yang memberikan landasan kepada landasan politik luar negeri indonesia adalah anti penjajahan (anti imperialisme dan kolonialisme). Hal itu dijelaskan dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”.8
Sukarno menggulirkan pandangannya tentang sistem liberalisme yang dianggap tidak sesuai dengan tujuan revolusi. Sistem liberalisme yang telah membangun kehidupan politik, sosial dan ekonomi di tanah air selama ini ternyata sangat bertentangan dengan tujuan revolusi. Sukarno lebih jauh menyampaikan pandangan tentang kapitalisme. Gampangnya kapitalisme itu perilaku menguasai kerja kaum buruh, tetapi sebagian hasil kerjanya disedot kantong kapitalisme, buruh hanya diberi upah sedikit dari hasil kerja. Kapitalistem menyuruh kaum buruh bekerja mati-matian, berlumuran keringat tetapi hanya sebagian kecil hasil kerjanya jatuh ke tangan mereka. Sistem ini membuat celaka dan sengsara kaum buruh, sistem ini harus ditentang dan ditempur. Cara menggempurnya hanya mungkin jika kaum buruh bersatu, Karl Marx pernah berkata “Proletarlier aller lander, vereinight euch! (Kaum buruh sedunia bersatulah jika ingin menghancurkan kapitalisme). Manusia melihat kapitalisme adalah eksploitasi satu hal yang tidak berkeadilan sosial. Dan membawa kesengsaraan, sistem kapitalisme harus diubah dengan sistem yang berkeadilan sosial. Sistem kapitalisme adalah penyakit manusia abad ini.9 Arah gerakan sosial pada umumnya akan mengikuti dua pola yang berbeda. Pertama; gerakan sosial antagonistik yang ditransformasikan ke dalam kekuatan politik dan perubahan yang terinstitusionalisasi. Kedua; gerakan sosial yang mengalami transformasi menjadi political rupture ketika mekanisme institusionalisasi terhenti.10
Dalam benak Sukarno, masa itu mayoritas penduduk Indonesia, entah itu buruh, tukang becak, tukang asongan, nelayan, hingga insinyur hidup seperti Pak Marhaen tadi. Mereka memiliki alat produksi, namun hal itu tak menolong mereka untuk hidup layak. Akhirnya, ajaran ini diberi nama Marhaenisme. Misi ajaran ini adalah terbitnya kesejahteraan sosial (sosio demokrasi) pada seluruh kaum marhaen yang mengalami penindasan dan pengisapan di bumi pertiwi ini Tentang Marhaen, Marhaenis, Marhaenisme. Marhaenisme yaitu Sosio Nasionalisme dan Sosio Demokrasi. Marhaen yaitu kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan kaum melarat Indonesia yang lain-lain. memakai perkataan Marhaen, dan tidak proletar oleh karena perkataan proletar sudah termaktub didalam perkataan Marhaen, dan oleh karena perkataan proletar itu bisa diartikan bahwa kaum tani dan kaum lain-lain kaum melarat tidak termaktub didalamnya. Karena berkeyakinan bahwa didalam perjungan, kaum melarat Indonesia lain-lain itu yang harus menjadi elemen-elemennya. Di dalam perjuangan kaum Marhaen, maka kaum Proletar mengambil bagian yang paling besar sekali. Marhaenisme adalah Azas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang dalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen. Marhaenisme adalah pula Cara Perjungan untuk mencapai susunan negeri yang demikian itu, yang oleh karenanya harus suatu cara perjungan yang Revolusioner. Jadi Marhaenisme adalah: cara Perjuangan dan Azas yang ditujukan terhadap hilangnya tiap-tiap Kapitalisme dan Imperialisme. Marhaenisme adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia yang menjalankan Marhaenisme.11
Sedangkan Bung Karno menegaskam tentang Marhaenisme Sebagai berikut, Pertama; Marhaenisme adalah asas yang menghendaki susunan masyarakat yang dalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen. Kedua; Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum Marhaen pada umumnya. Ketiga; Marhaenisme adalah dus asas dan cara perjuangan menuju hilangnya kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme. Berati Marhaenisme menghendaki dan memperjuangkan suatu masyarakat yang yang didalam susunanya dapat menyelamatkan kaum marhaen. Untuk mencapai maksut tersebut maka struktur masyarakat harus bebas dari adanya sistem kapitalisme dan feodalisme. Karena sistem tersebut terbukti melakukan penindasan terhadap kaum marhaen.12
Marhaaenisme itu bukanlah lain melainkan Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi; Sosio-nasionalisme terdiri atas, Internasionalisme dan Nasionalisme, sedangkan Sosio-Demokrasi mencakup, Demokrasi dan Keadilan Sosial, Oleh karena itu jelaslah baik “Pancasila” Soekarno maupun Lima Asas Yamin bukanlah lain melainkan pernya-taan kembali (Restatement) empat segi Marhaenisme Soekarno yang dirumuskan pada tahun 1933 ditambah Ke-Tuhanan.
Dari islam ketuhanan yang maha esa muncul dan islam Secara historis dan kultural islam di indonesia citra dan cerita yang sangat positif. Islam datang secara damai dan telah memberikan andil yang sangat besar dalam meningkatkan peradaban nusantara bahkan secara politis islam menjadi kekuatan dominan yang mampu menyangga dan mempersatukan penduduk nusantara yang bertebaran ini ke dalam sebuah identitas baru yang bernama Indonesia sekalipun pada akhirnya secara legal formal ikatan keindonesiaan ini diatur dan diperkuat oleh administrasi dan ideologi negara.13
Keterangan-keterangan Soekarno sendiri mengenai prinsip-prinsip ini dalam Badan Penyelidik menunjukkan dengan jelas bahwa dia sendiri mengakui ketergantungannya pada orang-orang lain. Ketika membahas hubungan antara Nasionalisme dan Internasionalisme dan menyatakan : “Saya pada waktu duduk di bangku sekolah H.B.S di Surabaya, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, katanya : jangan berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Dr. Sun. Yat Sen Di dalam tulisannya “San Min Chu I” atau “The Three People Principles”. Sukarno mendapat pelajaran yang membongkar kosmo-politanisme yang diajarkan itu. Dalam hati nya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, “Prinsip prinsip kesejahteraan, prinsip : tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. nationalism, democracy, sosialism. Maka prinsip kita harus, Kesejahte-raan sosial, Sociale rechtvaardigbeid.” Ketiga prinsip Nasionalisme, demokrasi dan Sosialis.14
Untuk meyakini kebenaran Nasakom, maka harus memahami ideologi nasionalis, agama dan komunis. Orang tak bisa menjadi nasionalis sempit, islam sempit, atau marxisme salah kaprah. Saat gagasan Nasakom ditulis pada tahun 1926, Bung Karno mengatakan “Nasionalis sejati yang cinta pada tanah air itu bersendi pada pengetahuan atas susunan ekonomi dunia dan bukan semata-mata timbul dari kesombongan bangsa semata, nasionalis yang bukan chaovinis harus menolak segala paham pengecualian yang sempit budi itu, nasionalis yang sejati yang nasionalismenya itu bukan semata-mata bukan suatu copy atau tiruan dari nasionalisme barat akan tetapi timbul dari rasa cinta dan kemanusiaan. Nasionalis yang menerima rasa nasionalismenya itu sebagai suatu wahyu dan melaksanakan rasa itu sebagai suatu bakti baginya, maka rasa cinta bangsa itu adalah lebar dan luas, dengan memberi tempat pada segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup”.15 Jadi intinya Nasakom mudah diterima oleh mereka yang beripikiran luas dan lapang, orang yang berpengetahuan luas dan selalu menganalisis berdasarkan pengetahuan terhadap perkembangan corak produksi dan pemikiran masyarakat.16
Pertanyaan yang penting ialah dari sumber manakah Soekarno dan Yamin mengambil prinsip Ke-tuhanan. Tiada keraguan, keduanya menemukan prinsip ke-Tuhanan ini dari alam fikiran dan cita-cita yang diungkapkan oleh pemimpin Islam di dalam Badan Penyelidik, yang menolak kebangsaan dan mengajukan Islam sebagai dasar negara. Soekarno meyakini quran adalah wahyu ilahi, kitab keramat yang penuh teka-teki, nilai-nilai sakral dan karena itu harus dijunjung tinggi oleh umat islam. Bagi Soekarno, al-quran telah memberikan kontribusi bagi perubahan kehidupan yang revolusioner bukan hanya di tanah Arab melainkan di seluruh dunia. Menurutnya, satu revolusi yang bukan lagi sebagai kita punya revolusi, satu revolusi pancamuka, lima macam, tetapi mungin ini yang diadakan oleh Tuhan via quran itu adalah revolusi dasamuka sebagaimana revousi yang sepuluh macam sekaligus.17 Van Nieuwenhuijse dan juga yang lainnya mengakui bahwa cita dan pengertian Ke-Tuhanan ini “has basically a Muslim background”, walaupun “it is not always necessarily unacceptable to non-Muslim” (pada dasarnya berlatar belakang muslim, walaupun tidak usah selalu tidak dapat di terima oleh golongan bukan (Muslim). Lebih tegas lagi jawaban Profesor Hazairin mengenai masalah ini “Dari manakah datangnya sebutan “Ketuhanan Y.M.E.” itu, Dari fihak Nasrani, atau fihak Hinduatau dari fihak “Timur Asing”, yang ikut bermusyawarah dalam panitia yang bertugas menyusun UUD 1945 itu, Tidak mungkin! Istilah “ketuhanan Yang Maha Esa” itu hanya sanggup diciptakan oleh otak, kebijaksanaan dan iman orang Indonesia Islam, yakni sebagai penerjemah pengertian yang terhimpun dalam “Allahu al-wahidu al-ahad” yang disalurkan dari QS. 2:163 dan QS. 112, dan dizikirkan Dengan kata-kata Departeman Agama : Jelaslah bahwa ada hubungan antara sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dengan ajaran tauhid dalam teologi Islam. Adakah keberatan kaum nasionalis sejati untuk bekerja sama dengan kaum islam oleh karena islam itu melebihi kebangsaan dan melebihi batas negri ialah supernasional, superteritorial, Adalah internasionalitet islam suatu rintangan buat gerakan nasionalisme.
Islam dilihat oleh Soekarno sebagai agama yang progresif dan rasional, bukan seperti yang dipraktekkan di Indonesia. Kekolotan praktek islam di Indonesia menurut Soekarno harus dirombak dan disesuaikan dengan kemajuan zama, karena islam modern yang dipahami Soekarno dianggap tidak bertentangan dengan ide-ide nasionalisme dan marxisme sebagaimana penafsiran Soekarno; Islam yang sejati tidaklah mengandung asas anti-nasionalis, islam yang sejati tidak bertabiat anti sosialis selama kaum islamis memusuhi faham-faham nasionalisme yang luas budi dan Marxisme yang besar selama itu kaum islamis tidak berdiri diatas sirathal mustaqim selama itu tidaklah ia mengangkat islam dari kenistaan dan kerusakan sama sekali tidak mengatakan yang islam itu setuju pada materialisme dan perbedaan sama sekali tidak melupakan bahwa islam itu melebihi bangsa supernasional bahwa islam sejati itu mengandung tabiat-tabiat sosialistis dan menetapkan kewajiban-kewajibannya yang menjadi kewajiban nasionalistis.18
Kemajuan barat bahkan harus ditiru tanpa mengecilkan ajaran islam. Islam dan ilmu pengetahuan bisa saling mendukung dan memperkuat. Bung Karno mengatakan “saya sendiri sebagai seorang terpelajar barulah mendapatkan lebih banyak penghargaan kepada islam sesudah saya dapat membaca buku-buku islam modern dan scientific. Apa sebab umumnya kaum terpelajar islam indonesia tak suka islam? Sebagian besar ialah oleh karena islam tak mau membarengi zaman, karena salah seorang yang mempropagandakan islam mereka kolot, mereka ortodoks, mereka anti pengetahuan dan memang tidak berpengetahuan, tahayul, jumud, menyuruh orang bertaqlid saja, menyuruh orang percaya saja, bagi saya inti taqlidisme itu berarti bukan saja kembali kepada qur’an dan hadits tetapi kembali kepada qur’an dan haidts dengan mengendarai kendaraan pengetahuan umum.19
Banyak orang menuduh Bung Karno sebagai tokoh Sekuler dan Komunis, tetapi tidak sedikit yang memuji Bung Karno dan menganggapnya sebagai tokoh muslim sejati yang mengagumkan. Syekh Mahmud Szaltut dari Kairo adalah salah satu orang yang mengatakan bahwa Soekarno yang menggali pancasila itu adalah Qoida Adzima min Quwada harkat al-harir fi al-balad al-islam (Pemimpin besar dari gerakan kemerdekaan di negara-negara islam). Bahkan demokrasi terpimpin yang di dalam negeri diperdebatkan justru dipuji Syekh al-Azhar itu sebagai “lam yakun illa surotu min syara asy-syuraa’ allati ja’ala al-qur’an sya’ana min syu’un al-mu’minin” (tidak lain hanyalah salah satu gambaran dari permusyawaratan yang dijadikan oleh al-qur’an sebagai dasar dari kaum beriman). Soekarno di negara-negara muslim luar negeri dianggap sebagai pahlawan mereka karena Bung Karno memiliki pandangan islam membela rakyat tertindas.20
Jelaslah pula bahwa sila pertama Pancasila yang merupakan “prima causa” atau sebab pertama itu, sejalan dengan beberapa ajaran tauhid Islam, dalam hal ini ajaran tentang tauhidu’s shifat dan Tauhidu ‘l-Af’al, dalam pengertian bahwa Tuhan itu Esa dalam sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Ajaran ini juga diterima oleh agama-agama lain di Indonesia. Bahwa prinsip ke-Tuhanan Soekarno itu didapat dari atau sekurang-kurangnya diilhami oleh uraian-uraian dari para pemimpin Islam yang berbicara mendahului Soekarno, dikuatkan dengan keterangan Mohamad Roem. Pemimpin Masyumi yang terkenal ini menerangkan bahwa Soekarno merupakan pembicara terakhir; dan membaca pidatonya orang mendapat kesan bahwa fikiran-fikiran para para anggota yang berbicara sebelumnya telah tercakup di dalam pidatonya itu, dan dengan sendirinya perhatian tertuju kepada (pidato) yang terpenting”, komentar Roem, “pidato penutup yang bersifat menghimpun pidato-pidato yang telah diucapkan sebelumnya”. Penting untuk dicatat bahwa Soekarno sendiri secara tegas menolak anggapan bahwa dia “pencipta” pancasila. Dalam pidato inaugurasi penerimaan gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada, dia menyatakan : “janganlah dikatakan saya ini pembentuk ajaran Pancasila. Saya hanya seorang penggali daripada ajaran Pancasila itu”. “Bung Karno mengatakan bahwa beliau adalah merupakan salah satu penggali Pancasila : saya kira ini benar”. Hatta menyambut : “Mungkin saja, tetapi yang jelas Bung Karno banyak mendapat ilham. Ya, memang demikian halnya, misalnya saja asas Ketuhanan dari pihak PSII merupakan asas perjuangan partai.
Ideologi yang sama mendasari pancasila, lima prinsip yang dikemukakan sukarno sebagai dasar indonesia merdeka. Prinsip percaya kepada Tuhan yang Maha Esa dengan tidak memandang agama seseorang, sesuai dengan ajaran Teosofi tentang keesaan Tuhan dan prinsip-prinsip nasionalisme, internasionalisme, demokrasi, dan keadilan sosial. Harus diusahakan melalui struktur yang berpusat pada titik ketuhanan yang satu yang menjadi titik tolak pernyataan Soekarno. Soekarno menyatakan inti pancasila dalam konsep gotong royong, saling berkerja sama dan ini berarti bahwa negara dianggap sebagai tipe ideal masyarakat kampung yang diperluas. Dalam masyarakat semacam itu sama rata sama rasa selalu dapat diwujudkan dan pada waktu yang sama dianggap dapat terlaksana melalui prinsip yang berfungsi dalam apa yang disebut keluarga. Perkembangan sepenuhnya dalam prinsip demikian dalam arena politik menimbulkan sistem Soekarno suatu struktur ideologi yang berpusat pada Soekarno, semua unsur heterogen bertemu dan bersatu padanya, semboyan Bhineka Tunggal Ika, kesatuan dalam keragaman, akan terwujud dalam diri Soekarno. Ini berarti bahwa semua unsur akan diatur dan diberi cara eksistensinya oleh pusat dan sebagai hasilnya berbagai hierarki muncul, masing-masing dengan Soekarno sebagai puncaknya.21
Adapun moral ekonomi pancasila yang ditawarkan sebagai berikut : Ketuhanan yang Maha Esa; Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial dan moral. Kemanusiaan yang adill dan beradab; ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan kemerataan sosial (egalitarian) sesuai asas-asas kemanusiaan. Persatuan Indonesia; priorits kebijakan ekonomi adalah mewujudkan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijakan ekonomi. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan; Koperasi merupakan soko guru perekonomian dan merupakan bentuk paling nyata dalam usaha bersama. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; ada keseimbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan sosial.22
Sesungguhnya bagi kalangan Marhaenis Sejati, yang melakukan studi mendalam terhadap ideologi, sudah sejak lama mreka tidak berkutat lagi dengan tetek bengek masalah fragmentasi ideologis. Terutama begitu formulasi perumusan Marhenisme23 sejak 1 Juni 1945 telah disempurnakan menjadi Pancasila yang telah dirumuskan bersama yang antara lain dilakukan dengan mengadopsi Sosialisme, Islam, ke dalam suatu kesatuan pandang yang integral tentang apa itu yang dimaksud dengan Sosialisme Indonesia.
Perumusan Pancasila sebagai ideologi alternatif dunia, yang tidak lagi mempertentangkan masalah hak-hak individu dengan hak-hak kolektif masyarakat bersama, itu kemudian ditegaskan kembali oleh Sukarno dalam pidato Membangun Dunia Kembali pada tanggal 30 September 1959 di PBB. Dalam pidato, dengan gamblang dinyatakan dan diuraikan, Pancasila sebagai suatu sublimasi Sehingga jelas, bahwa visi Sosialisme Indonesia, sama sekali tidak berkeberatan dengan faktor kepemilikan modal, sepanjang faktor modal itu merupakan modal yang berfungsi sosial. Berawal dari gerakan Taman Siswa yang telah dengan berani menghadapi perubahan-perubahan dalam zaman kolonial, dalam masa pendudukan jepang dalam perjuangan untuk kemerdekaan dan dalam pembentukan republik. Gagasan itu bertahan sampai saat ini, perhatian utama adalah gagasan demokrasi terpimpin. Karena ini tidak hanya semata-mata kharisma Soekarno sebagai perseorangan, tapi bisa ditempatkan dalam kerangka Indonesia Modern tentang kebudayaan dan politik. Taman siswa ikut peran serta dalam membentuk konsep demokrasi dan kepemimpinan yang merupakan warisan Ki Hajar Dewantara. Disini kita dapat mengetahui struktur ideologi demokrasi terpimpin Soekarno.24
Pengertian Marhaen sebagai petani melarat yang masih memiliki unsur faktor modal, seperti sawah sepetak plus cangkul, dengan sendiri jelas menunjukan perbedaan tajam konsep Sukarno yang merevisi konsep Proletar Karl Marx yang mengandaikan kaum buruh sebagai orang yang tidak memilik apa pun kecuali sekedartenaga. Concern ideologis dari Sukarno baik melalui Marhaenisme maupun Pancasila jelas persoalan kemiskinan. Miskin bukan hanya secara individual, tetapi secara struktural dan sistemik akibat praktek la exploitation de lhomme par lhomme (eksploitsai mansusia oleh manusia) yang berlangsung berabad-abad akibat feodalisme dan kapitalisme.25 Kesadaran akan ancaman terhadap kemanusiaan akibat bahaya kemiskinan itu yang melahirkan ideologi.



Daftar Pustaka


1 Devis Kavanagh "Kebudayaan Politik" Dra.Laila Hanoum Hasyim, Bina Aksara 1982 Hlm.60
2 Muhamad Shoelhi, Demi Hargadiri Mereka Melawan Amerika, Cidesindo, Jakarta 2003 Hlm.197
3 Drs. Marsudi Eko, Kepemimpinan Pancasila, Suatu Eksplorasi, Pilar Daya Ratma, hlm. 154-155.
4 M. Alfan Alfian, Mahalnya Harga Demokrasi, Intrans : Jakarta, 2001, hlm. 243.
5 Ing. Gatut Saksono, Marhaenisme Bungkarno, Ardana Media, Yogyakarta 2008 hlm.47
6 Ibid. Ing. Gatut Saksono, hlm.51
7 Julius Bobo, SE. MM, Trasformasi Ekonomi Rakyat, Cidesindo, Jakarta 2003, hlm.3
8 Wibowo Wang Xiang Jun, Mereka Mengubur Soekarno, Pustaka Radja : Yogyakarta 2008, hlm. 106.
9 Muhammad Shoelhi, Demi Harga Diri Mereka Melawan Amerika, Pustaka Zaman : Jakarta, 2003, hlm. 208-209.
10 Prof. Dr. M. Dawan rahardjo, Mewujudkan Satu Umat, Pustaka Zaman : Jakarta, 2002, hlm. 36-37.
11 Ir. Soekarno, Gerakan Melawan Penindasan, Pustaka Kendi : Yogyakarta, 2001, hlm. 233-234.
12 Op. Cit. Ign Gatut Saksono, Hlm.120
13 Op. Cit, Prof. Dr. M. Dawan rahardjo, hlm. 8-9.
14 Wawan Tunggul Alam, SH., Demi Bangsaku, Pertentangan Soekarno VS Hatta, Gramedia Pustaka Utama : Jakarta, 2003, hlm. 184-185.
15 Ir. Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, jilid I, hlm. 5-6.
16 Nurani Suyomukti, Soekarno dan Nasakom, Garasi : Yogyakarta, 2008, hlm. 170.
17 Taufik Adi Susilo, Soekarno Biografi Singkat 1901-1970, Garasi : Yogyakarta, 2008, hlm. 67.
18 Op. Cit. Ign Gatut Saksono, Hlm. 36-37.
19 Ir. Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, jilid I, hlm. 337.
20 Nurani Soyomukti, Soekarno dan Nasakom, Garasi : Yogyakarta, 2008, hlm. 200.
21 Kenji Tsuchiya, Demokrasi dan Kepemimpinan Gerakan Taman Siswa, Balai Pustaka : Jakarta, 1992, hlm. 361-362.
22 Op. Cit. Julius Bobo, SE. MM, hlm. 45.
23 (Dalam hal ini Marhaenisme yang semula hasil dari revisi total Bung Karno terhadap prinsip-prinsip dasar marxisme, sejak kekalahan PKI dalam pembrontakan 1926)
24 Op. Cit. Kenji Tsuchiya, hlm. 348-349.
25 Manai Sophiaan, Kehormatan Bagi yang Berhak (Bung Karno Tidak Terlibat G30S/PKI), Visimedia : Jakarta, 2008, hlm. 172.