Rabu, 26 Agustus 2009

NASIONALISME INDONESIA

NASIONALISME INDONESIA

Sosialisme dan nasionalisme radikal membuat Soekarno mencoba merumuskan sebuah ideologi nasional yang akan ia gunakan hingga akhir hayat yaitu Marhaenisme. Marhaenisme adalah sosialisme Indonesia dalam praktek. Soekarno sudah menemukan suatu ideologi nasional yang dianggap cocok dengan situasi rakyat negerinya. Pada waktu itu memandang bahwa konsep marhaenisme lebih cocok sebagai ideologi nasional, Soekarno mencoba mencari strategi realistis bahwa tujuan ideologis atas nama Islam atau sosialisme sebetulnya harus melewati sebuah proses yang sama, yaitu Indonesia merdeka. Marhaenisme diterjemahkan soekarno sebagai sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Sosio-nasionalisme adalah rasa kebangsaan yang terbentuk karena persamaan nasib dan kepentingan. Ia mengakui perbedaan di antara umat manusia, namun menentang kolonialisme dan kapitalisme. Sedangkan sosio-demokrasi mengakui hak setiap individu untuk hidup sejahtera bersama yang lain. Pada konsepsi tersebut, warna Marxis yang menentang individualisme dan menonjolkan pertentangan kelas, serta radikal tak terlihat. Marhaenisme adalah Marxisme yang diselenggarakan, dicocokkan, dilaksanakan di Indonesia. Marhaenisme adalah teori revolusi Dengan demikian kondisi perjuangan Marhaenis haruslah revolusioner dan didasarkan pada konsepsi dua tahap revolusi. Yang pertama adalah fase nasional demokratis dan yang kedua fase sosialis.

Soekarno sebagai penganut sejati tiga ideologi besar: Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme. Tiga ideologi besar inilah yang kemudian dijadikan sebagai prinsip atau pegangan utuh dalam hidupnya. Kita menemukan ketiga-tiganya terepresentasi dalam diri Soekarno. Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme di Indonesia bagaimana antusisme Soekarno dalam melakukan ajakan kepada tiga ideologi tersebut. Soekarno memandang nasionalisme sebagai suatu paham yang harus senantiasa dijadikan nafas. Tanpa nasionalisme tak mungkin ada perjuangan dan pengorbanan yang signifikan untuk keberlanjutan hidup berbangsa dan bernegara. Kapitalisme di mata Soekarno adalah sebentuk ideologi yang cukup berbahaya karena akibat yang ditimbulkannya tidak lain adalah penindasan terhadap rakyat miskin. Karena itu dengan ideologi nasionalis, islam, sosialisme/marxismenya ia tidak ragu mengklaim bahwa kapitalisme sejatinya adalah bentuk dari kejahatan yang terselubung penindasan berkedok kesejahteraan dan keadilan. Karena kapitalismelah yang berperan menjadikan seseorang individualistis. Memahami nasionalisme tidak kemudian bersikap cinta tanah air dan antipati terhadap bangsa lain. Pemahaman semacam ini adalah bagian dari nasionalisme sempit yang tidak sejalan dengan paham Soekarno. Soekarno memberikan formula praksis tentang nasionalisme yang mengusung spirit kebangsaan, penuh martabat, dan tidak merendahkan bangsa lain. Demikian juga dengan Islamisme dan Sosialisme. Soekarno menyandingkan paham kedua-duanya dengan coba melakukan penentangan terhadap kapitalisme yang jelas-jelas mengakibatkan terjadinya kelas-kelas sosial yang destruktif.

Soekarno banyak mendapatkan pengetahuan Marxisme yang Soekarno coba mengapresiasi setiap kali terjadi dialog mengenai Marxisme. Sehingga pada akhirnya, ia betul-betul terpengaruh dan sesekali emosinya meledak-ledak ketika Marxisme dengan sosialismenya menyinggung bahaya kapitalisme terhadap dunia. Berbagai propaganda sosialis membuat Soekarno semakin yakin bahwa sosialisme sejatinya ingin mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan yang dikebiri oleh kaum pemodal (kapitalis). Sehingga berdasarkan pengaruh itulah Soekarno mengecam segala bentuk praktik imprealisme dan kapitalisme yang terjadi di mana-mana. Sedangkan ajaran Islam sendiri sebagai wujud dari Islamisme yang menjadi spirit Soekarno dalam menentang kapitalisme mengajarkan pentingnya kebersamaan dan kepedulian antarsesama. Islam mengecam perbuatan individualistik karena cenderung menafikan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat mendasar. Karena itu bagi Soekarno, spirit sosialisme adalah spirit Islamisme yang menyuarakan pentingnya keadilan sosial (social justice). Relegiusitas keberagamaan Soekarno berpijak pada semangat inklusifisme, yakni keterbukaan untuk menerima kebenaran yang ada pada agama lain. ia bukan penganut agama yang fanatik dan ekslusif. Sebagai orang muslim, religiusitas Soekarno tidak bisa diragukan lagi. kontroversial pada diri Soekarno sang Islamis sejati yang terbuka, mendasari keberagamannya dengan nilai-nilai kemanusiaan universal. Karena itu kemudian Soekarno menemukan makna dari kesejatian Islam yang sesungguhnya agama kasih sayang yang merepresentasikan nilai-nilai kemanusiaan.

Teori-teori tentang demokrasi dan sosialisme yang dikembangkan Soekarno bernuansa Islam. Soekarno mencoba menuangkan pemikiran-pemikiran yang sudah menjiwainya itu antara lain dengan menyebutkan tidak perlunya negara mengatur persoalan agama dan agama mengatur persoalan negara. Sebab meskipun agama dipisahkan dari negara, tidak berarti agama akan dikesampingkan dalam kehidupan kenegaraan. Juga tidak mungkin keputusan-keputusan politik negara akan bertentangan dengan prinsip-prinsip agama yang dianut masyarakat. Rumusan dasar negara menurut Soekarno Tanggal 1 juni 1945 Bung Karno menyampaikan pidatonya yang berisikan konsepsi usul tentang dasar falsafah negara yang diberi nama dengan pancasila yang berisikan. Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme, Perikemanusiaan atau Internasionalisme, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan yang Maha Esa. Dari kelima sila tersebut menurut Soekarno masih bisa diperas menjadi tiga yang disebut dengan Trisila yaitu : Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi, Ketuhanan. Diperas lagi jadi satu yaitu Gotong Royong. Disini dapat kita ambil kesimpulan bahwa pancasila adalah Marhaenisme sebagai ideologi mengandung tiga unsur Ketuhanan yang Maha Esa, Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi. Menurut Soekarno Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia

Tidak ada komentar: